Olahraga
merupakan kebutuhan manusia. Melalui olahraga diharapkan didapatkan
tubuh yang sehat dan bugar sehingga mampu meningkatkan produktitas
kerja. Dalam keadaan sakit, mudah lelah dan tidak bugar bisa dipastikan
bekerja tidak bisa maksimal. Olahraga adalah aktifitas yang berkaitan
dengan gerak tubuh.
Fenomena
yang sering kita dapati adalah, timpangnya pemberian porsi latihan
antara fisik dan psikis. Seringkali fisik dijadikan dasar utama tanpa
memperhitungkan aspek psikisnya. Hal ini jelas keliru dan perlu adanya
upaya perbaikan konsep dalam sistem pelatihan cabang olahraga. Aspek
psikis atlet ibarat obor yang siap membakar semangat atlet untuk
mengeluarkan segala kemampuannya yang telah didapatkan dari proses
latihan yang terakumulasi peningkatannya. Kemampuan teknik dan fisik
seseorang tidak akan begitu berarti ketika kejiwaannya (mental) tidak
mampu mengerakkan untuk tampil optimal. Seringkali kelelahan fisik bisa
diatasi dengan arousal (kegairahan). Artinya walaupun secara fisik
atlet sudah mengalami kelelahan yang sangat, namun muncul apa yang
disebut scond wind yang mampu menggerakkan fisik untuk terus bekerja.
Karena itu dalam makalah ini akan diuraikan apa itu psikologi olahraga
dan juga sejarahnya Untuk memberikan pemahaman secara runtut dan
holistik, dalam makalah ini akan dibahas pengertian psikologi olahraga,
juga sejarah dari psikologi olahraga.
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Psikologi Olahraga?
1.2.2 Bagaimana Sejarah Psikologi Olahraga?
1.2.3 Bagaimana Sejarah Psikologi Olahraga di indonesia?
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian Psikologi Olahraga.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana Sejarah Psikologi Olahraga.
1.3.3 Untuk mengetahui Sejarah Psikologi Olahraga di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Psikologi Olahraga
Psikologi
adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan
lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks.
Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak disadari,
dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar
ataupun dari dalam dirinya sendiri.
Ilmu
psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal
sebagai psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga
ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri
seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan
factor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan
umum dari psikologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat
menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.
Psikologi
olahraga merupakan hasil perkembangan dari psikologi umum. Menurut
Khonstman (1951) yang dikutip Herman Subarjah (2000: 1) menyebutkan
bahwa medan kajian psikologi adalah tingkah laku manusia dalam keadaan
tertentu, misalnya manusia dalam keadaan panik dipelajari dalam
psikologi massa, atau manusia dalam proses produksi misalnya dipelajari
dalam psikologi industri. Sejalan dengan perkembangan waktu dan
kebutuhan terhadap psikologi dalam olahraga, maka dikembangkan dan
diterapkan psikologi olahraga.
Batasan dan pengertian psikologi olahraga, salah satunya dikemukakan
oleh John D. Lawther, seorang guru besar pendidikan jasmani dari
Pensylvania State University yaitu ” Sport psychologi is the study of
human behavior in sport situation. It focusses on both learning and
performance, and conciders both participans and spectator”.
Secara bebas bisa diartikan bahwa psikologi olahraga adalah studi
tentang tingkah laku manusia dalam situasi olahraga, focus kajiannya
adalah pada belajar dan performa, dan memperhitungkan baik pelaku maupun
penonton. Weinberg and gould (1999) mengartikan psikologi olahraga
sebagai studi khusus mengenai manusia dan perilakunya dalam aktivitas
olahraga dan latihan (ICSSPE, sport and exercise psikologi, hal. 161
bar. 3). Jadi, psikologi olahraga dapat diartikan sebagai psikologi yang
diterapkan dalam bidang olahraga, meliputi faktor-faktor yang
mempengaruhi secara langsung terhadap atlet dan faktor-faktor di luar
atlet yang dapat mempengaruhi penampilan (performance) atlet tersebut.
Weinberg
dan Gould (1995) memberikan pandangan yang hampir serupa atas
psikologi olahraga. Beberapa peneliti lain (Anshel, 1997; Seraganian,
1993; Willis & Campbell, 1992) secara lebih tegas menjelaskan apa
itu psikologi olahraga. Weinberg dan Gould, (1995) mengemukakan bahwa
psikologi olahraga:
1. mempelajari bagaimana faktor psikologi mempengaruhi performance fisik individu
2. memahami
bagaimana partisipasi dalam olahraga dan latihan mempengaruhi
perkembangan individu termasuk kesehatan dan kesejahteraan hidupnya
Di samping itu, mereka mengemukakan bahwa psikologi olahraga secara spesifik diarahkan untuk:
1. membantu para professional dalam membantu atlet bintang mencapai prestasi puncak
2. membantu anak-anak, penderita cacat dan orang tua untuk bisa hidup lebih bugar
3. meneliti faktor psikologis dalam kegiatan latihan dan
4. memanfaatkan kegiatan latihan sebagai alat terapi, misalnya untuk terapi depressi (Weinberg & Gould, 1995).
Seraganian
(1993) serta Willis dan Campbell (1992) secara lebih tegas
mengemukakan bahwa secara tradisional penelitian dan praktik psikologi
olahraga diarahkan pada hubungan psikofisiologis misalnya responsi
somatik mempengaruhi kognisi, emosi dan performance. Jelaslah kini
bahwa psikologi olahraga lebih diarahkan para kemampuan prestatif
pelakunya yang bersifat kompetitif; artinya, pelaku olahraga, khususnya
atlet, mengarahkan kegiatannya olahraganya untuk mencapai prestasi
tertentu dalam berkompetisi, misalnya untuk menang. Dengan kata lain,
psikologi olahraga lebih terarah pada aspek sosial dengan keberadaan
lawan tanding.
Sejarah Psikologi Olahraga
Psikologi olahraga pertama kali dikenalkan oleh Norman Triplett
pada tahun 1898. Norman Triplett menemukan bahwa waktu tempuh pembalap
sepeda menjadi lebih cepat jika mereka membalap di dalam sebuah tim
atau berpasangan dibanding jika membalap sendiri.
Baru tahun 1925 laboratorium psikologi olahraga pertama di Kawasan Amerika Utara berdiri. Pendirinya adalah Coleman Griffith dari
Universitas Illinois. Griffith tertarik pada pengaruh faktor-faktor
penampilan atletis seperti waktu reaksi, kesadaran mental, ketegangan
dan relaksasi otot serta kepribadian. Dia lalu menerbitkan dua buah
buku, The Psychology of Coaching (1926) buku pertama di dunia Psikologi Olahraga dan The Psychology of Athletes (1928).
Sejarah Psikologi Olahraga di Indonesia
Kian tahun psikologi olahrga kian mengalami peningkatan kajian dan
mengalami perkembangan yang berarti Seorang praktisi psikolog yang
memiliki ijin praktik belum tentu memiliki cukup pengetahuan ilmu
keolahragaan, di lain pihak, pakar keolahragaan tidak dibekali
pendidikan khusus psikoterapi dan konseling. Akibatnya, sampai saat ini
masih terjadi kerancuan akan siapa sesungguhnya yang berhak memberikan
pelayanan sosial dalam bidang psikologi olahraga. Idealnya adalah
seorang konsultan atau psikoterapis memperoleh pelatihan khusus dalam
bidang keolahragaan sehingga sebagai seorang praktisi ia tetap berada di
atas landasan professinya dengan mengikuti panduan etika yang berlaku,
dan di samping itu pengetahuan keolahragaannya juga cukup mendukung
latar belakang pendidikan formalnya.
Dalam
upaya mengatasi masalah ini IPO sebagai asosiasi psikologi olahraga
nasional tengah berupaya menyusun ketentuan tugas dan tanggung jawab
anggotanya. Di samping itu, IPO juga tengah berupaya menyusun kurikulum
tambahan untuk program sertifikasi bagi para psikolog praktisi yang
ingin memberikan pelayanan sosial dalam bidang psikologi olahraga.
Kurikulum tersebut merupakan bentuk spesialisasi psikologi olahraga yang
meliputi:
1) Prinsip psikologi olahraga,
2) Peningkatan performance dalam olahraga,
3) Psikologi olahraga terapan,
4) Psikologi senam.
Masalah
lain yang juga kerapkali timbul dalam penanganan aspek psikologi
olahraga adalah dalam menentukan klien utama. Sebagai contoh misalnya
pengguna jasa psikolog dapat seorang atlet, pelatih, atau pengurus.
Kepada siapa psikolog harus memberikan pelayanan utama jika terjadi
kesenjangan misalnya antara atlet dan pengurus, padahal psikolog
dipekerjakan oleh pengurus untuk menangani atlet, dan atlet pada saat
tersebut adalah pengguna jasa psikologi. Di satu pihak psikolog perlu
menjaga kerahasiaan atlet, di lain pihak pengurus mungkin mendesak
psikolog untuk menjabarkan kepribadian atlet secara terbuka demi
kepentingan organisasi. Sachs (1993) menawarkan berbagai kemungkinan
seperti misalnya menerapkan perjanjian tertulis untuk memberikan
keterangan; namun demikian, jika atlet mengetahui bahwa pribadinya akan
dijadikan bahan pertimbangan organisasi, ia mungkin cenderung akan
berperilaku defensif, sehingga upaya untuk memperoleh informasi tentang
dirinya akan mengalami kegagalan. Karenanya, seorang psikolog harus
dapat bertindak secara bijaksana dalam menangani masalah ini, demikian
pula, hendaknya seorang pelatih yang kerapkali bertindak selaku
konsultan bagi atletnya kerap kali harus mampu melakukan pertimbangan
untuk menghadapi masalah yang serupa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Psikologi
olahraga adalah latihan teknik untuk meningkatkan kekuatan daya tahan
maupun daya otot. Peningkatan daya dan efisiensi karena plyometric
dapat meningkatkan suatu agility. Agility adalah kemampuan untuk
mengontrol posisi tubuh agar berubah arah selama rangkaian gerakan,
agility merupakan pelatihan pikiran untuk menegakkan psikomotor melalui
pemograman neuromuscular.
3.2 Saran
Selama
menggunakan metode plyometric training seorang atlit harus memenuhi
persyaratan mengenai struktur dasar tentang anatomis, dinamis, berirama
dan struktur lainnya agar otot dapat beradaptasi dengan efek reaksi
latihan sehingga seorang atlit dapat bergerak dengan benar. Selain itu
juga dapat mencegah terjadinya suatu cidera.
DAFTAR PUSTAKA
Anshel, M. H. (1997). Sport psychology: From theory to practice (3rd ed.). Scottsdale, AZ: Gorsuch Scarisbrick.
Clarke, K. S. (1984). The USOC sports psychology registry: A clarification. Journal of Sport Psychology, 6, 365-366.
Sachs,
M. L. (1993). Professional ethics in sport psychology. In R. N.
Singer, M. Murphey, & L. K. Tennant (Ed.), Handbook of research in
sport psychology (pp. 921-932). New York: Maacmillan.
Seraganian,
P. (Ed.). (1993). Exercise psychology: The influence of physical
exercise on psychological processes. New York: John Wiley & Sons.
Singer, R. N. (1993). Ethical issues in clinical services. Quest, 45, 88-105
Triplett, N. (1898). The dynamogenic factors in pacemaking and competition. American Journal of Psychology, 9, 507-553.
Weinberg, R. S., & Gould, D. (1995). Foundations of sport and exercise psychology. Champaign, IL: Human Kinetics
Wiffins,
D. K. (1984). The history of sport psychology in North America. In J.
M. Silva & R. S. Weinberg (Eds.), Psychological foundations of
sport (pp.9-22). Champaign, IL: Human Kinetics.
Willis, J. D., & Campbell, L. F. (1992). Exercise psychology. Champaign, IL: Human Kinet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar